Wednesday, November 14, 2012

The Citizens


Revised Prolog

Barisan pekerja-pekerja pemerintahan baru mulai jadi kacau ketika mereka memasuki gedung yang paling jarang dilihat di Tri-City. Mereka mencolok dengan seragam hitam putih mereka yang belum memudar. Gedung Pertama adalah gedung di Sub City Pusat dimana pemerintahan secara keseluruhan dijalankan. Di luarnya gedung itu terlihat hanya seperti gedung tinggi dengan tiang-tiang besi untuk menopangnya berdiri, beberapa kaca yang dulunya menutupi hampir seluruh bagian gedung sekarang ditutup menjadi tembok. Gedung itu berdiri di tengah-tengah reruntuhan bangunan-bangunan yang berdiri sebelum Tri-City, mereka dihancurkan untuk diambil batu bata dan besi-besinya yang masih dapat digunakan. Sisanya hanya dibiarkan dan di atasnya dibanguni panel-panel surya untuk pembangun tenaga listrik.
Salah satu pekerja baru hampir menganga melihat begitu banyak komputer di atas deretan-deretan meja berjajar dan melingkar, beberapa lagi lebih besar daripada yang lain. Sebuah bendera hitam berlambangkan Tri-City putih menggantung di tembok. Lambang itu merupakan tiga ekor burung melebarkan sayap dan menghadap ke pusat lambang itu. Seekor burung layang-layang, burung gagak hitam, dan burung merpati putih. Tiga burung itu dikelilingi oleh sayap melingkar yang terlihat berduri di bagian luarnya. Di antara dua ujung sayap besar terdapat angka tiga yang dilingkari cincin sempurna api.
Beberapa pekerja lain yang tengah bebas dari membuat laporan dan tugas-tugas lain mereka menyalami pekerja-pekerja baru, memberi selamat pada ‘junior’ mereka atas diterimanya di pekerjaan paling dihormati di seluruh kota.
Tiba-tiba salam-salaman itu berhenti, lebih tepatnya pekerja-pekerja ‘senior’-lah yang berhenti karena menduga sesuatu yang tidak begitu bagus hendak terjadi ketika mendengar tiga pasang langkah kaki di langkan beberapa lantai di atas mereka.
Langkan itu dibuat dari besi-besi bekas dari reruntuhan kota lama, membuat setiap langkah kaki terdengar lebih mengancam di setiap denting dari seharusnya. Pekerjapekerja senior berhambur ke meja mereka masing-masing.
“Tidak perlu takut pada kami, semua penduduk dipandang sama dan sejajar, bukankah begitu?” Seorang pria tua berkulit lebih pucat dari mayoritas seluruh orang di dalam gedung itu, matanya berwarna biru terang, dan beberapa kantong mata menghias di bawahnya berkata dengan penuh wibawa.
Seorang wanita yang cukup muda tak berseragam mengikuti di belakangnya, rambutnya yang lurus disisir ke belakang, matanya yang sipit penuh semangat. Dan di sebelahnya berjalan seorang pria yang terlihat lebih muda dari keduanya, rambutnya sedikit memerah karena terlalu banyak terekspos sinar matahari, matanya mulanya menatap tajam sekarang mulai santai, tinggi badannya tidak bisa bersaing dengan pria tua tadi, beberapa wanita dalam barisan pekerja-pekerja baru tidak melepas mata mereka darinya. Maklum, mereka rata-rata baru berusia delapan belas, dan Haris bukan sama sekali orang yang berpenampilan buruk meski memiliki luka yang cukup jelas di dekat matanya yang ia dapatkan di pembuktian. Mungkin jika dia hidup empat puluh atau lima puluh tahun yang lalu, ia akan menjadi semacam selebriti televisi. Sayangnya dunia hedonisme dulu hancur infrasturkturnya karena krisis energi dan inflasi.
“Selamat datang di gedung pertama, folks” Sapa pria tua tadi. Para pekerja baru yang mulanya hampir lari terbirit sekarang menghela napas lega. Pria itu adalah walikota Sub City Barat sejak usia tiga pluh dua, sekarang usianya enam puluh empat tahun.
“Okay... Nama-nama ini ikut aku” Walikota Sub City Pusat, wanita berambut lurus tadi memegang sebuah daftar kecil di tangannya, sedikit kusut.
“Januari AK, Sofia HM, Lia JJ, dan... Raka IZ” Nama-nama itu mungkin terlihat aneh bagi orang-orang selain di Tri-City, karena nama belakang setiap orang ditentukan oleh ururtan ke-berapa generasi sebelumnya keluarga mereka masuk ke Tri-City.
Keempat pemilik nama-nama itu diam sedikit terkejut, butuh beberapa detik untuk mereka sadar apa yang harus dilakukan dan mulai berlari-lari kecil mengikuti wanita itu.
“Alan KN, Joseph DT, Efendi SA, Farah IE, Kara GF, Kara NK” Walikota Sub City Selatan, Haris maju bersebelahan dengan Walikota Sub City Barat, gestur otoritas. Walikota Barat menyembunyikan tatapan ketidaksukaannya pada Haris.
Seketika tanpa jeda, pemilik-pemilik nama itu maju dan mengikutinya. Meski usianya hanya dua puluh satu, ketegasan dan sedikit sentuhan ego terdengar cukup jelas di nada bicaranya.
“Aku Haris DX, aku memilih kalian untuk pekerjaan yang cukup penting jadi dengarkan sebanyak-banyaknya apa yang kujelaskan dalam dua jam ke depan. Ada pertanyaan?” Ujarnya cepat sambil berjalan pula.
“Apa pekerjaan itu?” Sebuah suara bertanya dari belakang tubuh jangkung salah seorang co-workernya.
“Kalian akan menjadi bagian dari komite penilai di Pembuktian Penduduk tahun ini, lanjut ke berjalan” Haris kembali memimpin grup kecil itu lebih dalam ke dalam gedung. Mereka dipilihnya karena satu alasan khusus.


No comments:

Post a Comment